Di mulai dikeluarkannya kebijakan pemerintahan kesultanan Bima bagi para pejabatnya yang ingin menyempurnakan Rukun Islam yang ke-5 yaitu naik haji bagi yang mampu tahun 1805 M, Raja Bicara Tureli Donggo Ma Wa`a Kadi Abdul Nabi memberikan kesempatan kepada para pejabatnya naik haji tapi dengan syarat pejabat tersebut tidak lagi menerima upahnya (gaji) yang sesuai dengan tahun perjalanan menuju Mekkah.
Untuk menuju Mekkah para pejabat atau rakyat kesultanan Bima yang akan naik Haji menggunakan kapal dagang kesultanan Bima, yang memakan waktu selama 5 hingga 6 bulan lamanya perjalanan menuju Mekkah menggunakan kapal layar tenaga angin sebelum adanya tenaga mesin, banyak berbagai rintangan yang dihadapi oleh kafilah rombongan haji zaman dulu yaitu bajak laut, sakit di tengah jalan, dan kehabisan bekal.
Dikatakan bahwa orang-oarang yang naik haji ketika ibadah hajinya selesai mereka tidak langsung balik ke kampung halaman mereka, karena mereka akan menuntut lagi ilmu yang cukup lama selama 2 hingga 3 tahun lamanya kepada ulama-ulama di tanah Mekkah tersebut.
Sejak kapan dimulainya orang-orang Bima melaksanakan ibadah Haji? dalam BO catatan kerajaan Bima banyak menceritakan orang-orang yang menggunakan nama depan haji dimulai dari sejak dikeluarkannya kebijakan Raja Bicara untuk upah Haji yaitu tahun 1805 M.
Mengenai ibadah haji di nusantara, menurut Dr M Shaleh Putuhena dalam Historiografi Haji Indonesia, sejak abad ke-16 M, sudah ada umat Islam di nusantara yang menunaikan ibadah haji, dan banyak naskah-naskah nusantara abad 17 dan 18 yang menceritakan tentang perjalanan haji orang nusantara ke mekkah yang di muat dalam buku kisah orang nusantara ke tanah suci oleh peneliti filologi di Ecole Française d'Extrême-Orient (EFEO), Henri Chambert-Loir.(Fahrurizki)
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar