Pinisi adalah warisan budaya yang telah menjadi kebanggaan Nasional. Suksesnya pelayaran bersejarah Pinisi Nusantara dan tampil pada Expo 1986 di Vancouver Canada, membuktikan ketangguhan pinisi mengarungi samudera. Masyarakat internasional pun kagum dan mengakui kehebatan karya anak bangsa dari kecamatan Bontobahari Kabupaten Bulukumba. Kesuksesan tersebut melambungkan nama Indonesia di mata dunia disektor maritime.
Sebagai karya anak desa, keahlian membuat pinisi merupakan kearifan lokal yang diwarisi dari lelulur pembuatnya. Pinisi dibuat dari kepingan-kepingan papan dengan peralatan sederhana berdasarkan aturan teknologi tradisional, serta didukung tata cara dan ritual tertentu. keberadaannya pun sarat makna, simbol dan nilai filosofi. Beberapa dekade belakangan ini karya spektakuler dengan ciri khas dua tiang dan tujuh layar ini semakin langka. Pinisi dalam profil tersebut, hanya dapat dilihat di Daerah Tujuan Wisata yang difungsikan pemiliknya (orang asing] sebagai kapal wisata/hotel terapung. Timbul tanda tanya mengapa hanya orang-orang dari mancanegara yang tertarik dan bangga memiliki Pinisi ? Sedang orang pribumi yang notabene pewaris kekayaan budaya tersebut terkesan bersikap sebaliknya. Sesungguhnya kebanggaan yang hakiki adalah kita sebagai pembuat Pinisi, juga sebagai pemilik dan pemakainya. Kondisi tersebut menimbulkan keprihatinan berbagai pihak khususnya pemerhati Pinisi.
Buku ini ditulis sebagai refleksi dari keprihatinan tersebut, dengan tujuan untuk merekam keberadaan Pinisi, Sebab ada kekhawatiran kalau keberadaan Pinisi tidak didokumentasikan, pada masa yang akan datang makna nilai sejarah, makna simbol dan nilai filosofi pada karya budaya tersebut akan terabaikan. (penerbitombak.com)
Penulis : Taufiqurrahman
Penerbit : Ombak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar