Sultan Muhammad Salahudin dan Raja Bicara Abdul Hamid (tengah), beserta Bumi Luma, Djeneli, Tureli, dan Naib depan Istana tahun 1927. (sumber : mbojoklopedia) |
Tiga gelar ini adalah representatif untuk suatu struktur pemerintahan yang sesuai dengan kaidah tradisi di Bima dan masih berpatokan pada aturan hadat (Majelis Suba). Sistim pemerintahan Kesultanan Bima memang agak beda dengan sistim pemerintahan kerajaan lain walaupun ada beberapa kesamaan. Beberapa contoh perbedaan Jika pada kerajaan lain terdapat satu raja namun pada gelar jabatan tertinggi dalam struktur Kesultanan Bima ada tiga raja yaitu Raja Bima (Sultan), Raja Bicara (Wazir/Wakil Sultan), dan Raja Sakuru (Penasehat). Namun ketiga raja tersebut masing-masing mempunyai fungsi dan tugas berbeda dan tidak mutlak.
Jabatan untuk Raja di Bima yaitu Sultan yang menjadi pemimpin tertinggi dalam majelis pemerintahan dan juga sebagai wakil Tuhan dimuka Bumi dalam tradisi Bima, dalam tradisi penyebutan untuk Sultan dipanggil dengan “Hawo” yang berarti teduh, dimana makna dari Hawo adalah tempat orang untuk berteduh dan menaungi suatu bangsa. Namun dalam majelis kesultanan, Hawo tidak memegang penuh kebijakan, karena masih ada Raja Bicara sebagai pemimpin Hadat.
Dalam kehidupan sehari-harinya Hawo mendiami istana, yang menariknya istana tanpa singasana, di Bima istana disebut Asi yang berarti tempat mengeluarkan suatu kebijakan dan titah, singasana Hawo-pun hanyalah sebuah tikar yang disebut “Dipi Umpu” melambangkan derajat yang merata dalam majelis Suba. Hawo juga biasa disebut Ruma Sangaji atau hanya Sangaji yang berarti Baginda Raja, Anak-anak Hawo dipanggil dengan Amakau untuk yang laki-laki dan Inakau untuk yang perempuan, jika mereka menjabat dalam pemerintahan juga dipanggil Ruma.
Ruma pada umumnya adalah gelar untuk anak-anak Sultan,Raja Bicara, maupun Rato setelah mereka diangkat atau memegang salah satu jabatan dalam pemerintahan. Biasanya untuk para putra Sultan memegang jabatan Tureli suatu pangkat tertinggi dalam militer kesultanan. Ruma seperti halnya Tuanku dalam kerajaan-kerajaan melayu, panggilan Ruma biasanya juga dilihat dari nama atau bentuk fisiknya, seperti contohnya “Ruma Kala” panggilan untuk Idris Djafar karena berkulit putih yang saat itu beliau diangkat menjabat sebagai Naib muda di Reo - Manggarai. Jika putra Sultan atau Raja Bicara belum menjabat dalam pemerintahan maka dia hanya dipanggil Amakau, sedangkan Amakau dan Inakau panggilan yang hanya diperuntukkan pada anak Sultan dan Raja Bicara sebagai bangsawan tertinggi dalam tatanan kehidupan sosial masyarakat Bima.
Untuk golongan Rato yaitu sebutan untuk para bangsawan di Bima, biasanya para Rato ini memegang jabatan tertentu di Struktur kesultanan yaitu jabatan Bumi Luma (Rasanae dan Bolo), Jeneli dan Naib. Untuk jabatan Bumi Luma mempunyai keistimewaan tersendiri, jika seorang Bumi Luma sudah mencapai usia sepuh maka anaknya wajib menggantikan dan memegang jabatan Bumi Luma, tidak seperti Jeneli dan Naib yang siapapun bisa menjabatnya namun harus dari kalangan Rato.
Dalam sistem kesultanan Bima tidak sepenuhnya jabatan dipegang oleh bangsawan, juga ada pejabat kesultanan berasal dari kalangan masyarakat biasa seperti para Bumi, Jena, dan Anangguru yang diangkat dari keahlian mereka, misalkan Bumi Silu yang diangkat karena keahliannya memainkan Silu (terompet). Kecuali Bumi Renda jabatan Panglima Perang yang hanya diangkat dari golongan Rato. Lalu ada Khatib dan Lebe yaitu para Imam Masjid diangkat dari tokoh masyarakat yang mempunyai kecakapan dalam ilmu agama. Sangatlah keliru jika ada anggapan yang mengatakan bahwa sistem kesultanan Bima adalah sepenuhnya Monarki dan penguasaan suatu wangsa.
Oleh : Fahrurizki
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar