Sebuah surat edaran dikeluarkan dari kantor Gubernur Hindia Belanda yang dimana isi surat tersebut memberitakan sepak terjang seorang syekh dari Mekkah yang juga menetap di Malaka, dimana isi surat tersebut mengajak umat Budha di Lombok untuk memeluk Islam. Syekh tersebut bernama Abdul Ghani Al-Bimawy, seorang ulama terpandang di Mekkah berasal dari Pulau Sumbawa yang pulang ke kampung halamannya di Dompu tahun 1859.
Masyarakat Dompu saat merayakan sebuah acara di depan istana Kesultanan Dompu tahun 1924. |
Dalam sepucuk surat edaran tersebut mengisahkan bagaimana Syekh Abdoel Ghani AL-Bimawy akan mengislamkan seluruh umat Budha di Selaparang, pulau Lombok, namun penguasa setempat keberatan dan melaporkan kepada Gubernur Hindia Belanda atas aktifitas syekh tersebut. Syekh Abdul Ghani datang disaat kondisi masyarakat disana tidak lagi percaya pada pejabat istana yang korup dan ketidak adilan pada kaum jelata.
Pada masyarakat sasak (Lombok) mempercayai bahwa syek Abdul Ghani mempunyai karomah atau keistimewaan, hingga banyak masyarakat sasak masuk Islam dan mengikuti syekh tersebut. dengan ceramahnya yang sangat menyentuh hati masyarakat dan menggelorakan perlawanan kaum yang teraniaya, kata-kata perlawanan yang membangkitkan semangat mereka untuk melawan dan memberontak kepada Mataram, hingga oleh masyarakat Menjeli menganggap bahwa bahwa Abdul Ghani adalah penjelmaan Raja Pejanggik (Depdikbud : 1977 : 96).
Hal inilah yang membuat para pangeran Selaparang khawatir karena kharisma Abdul Ghani yang semakin tenar dikalangan masyarakat disana dan menenggelamkan pengaruh para pangeran yang berkuasa. Dalam laporan tersebut para pangeran Selaparang sangat khawatir bila Abdul Ghani membawa kekuatan perang dari pulau Sumbawa ke tempat mereka. Seperti yang tertulis dalam surat edaran dan termuat dalam Kolonial Verslag, tahun 1856, sebagai berikut :
“Soembawa adalah haji abdoel Ghani, yang berasal dari Dompo, Sumbawa, tetapi, menurut apa yang dikatakan, telah lama menetap di Mekah dan kemudian di Malaka, telah menggunakan upaya di pulau Lombok untuk membujuk umat Buddha untuk masuk Islam, tetapi diusir dari sana oleh para pangeran selaparang, dan telah membawa itu ke wilayah Soembawa dengan beberapa pendukung, sebagai pembaru agama, ia dihormati dengan sangat hormat. Para pangeran selaparang mengeluhkan dia kepada pemerintah dan mengabarkan bahwa para sultan kerajaan soembawa pengaruhi oleh abdoel-gani untuk berperang melawan mereka. Namun, keakuratan kabar ini tidak diteruskan, meskipun atas instruksi gubernur jenderal penyelidikan di tempat dimulai oleh gubernur sipil bonthain dan bulukumba, sampai terakhir oleh gubernur Celebes dengan Zr. Ms. Schoonerbrik sylph diteruskan. Abdul Ghani kemudian juga datang ke tanah Bima (pulau Soembawa) dan dapat juga menikmati banyak penghargaan (Sjamsuddin : 2013 : 52).
Setelah melakukan penyebaran Islam di Lombok, dia kembali ke Dompu saat era Sultan Muhammad Salahuddin. Namun di kampung halamannya dia mendapati kondisi masyarakat yang kecanduan opium dan tradisi sabung ayam serta kriminal. Tahun 1859 Syekh Abdul Ghani menerima Sultan Muhammad Salahuddin sebagai muridnya, kolaborasi Ulama dan Pemimpin ini, mampu melarang dan menjaga kondisi social Dompu bebas dari kecanduan Opium, sabung ayam dan perkelahian, tulis Hoevel dalam buku catatan perjalananya Tijdschrift voor Nederland Indie.
Dompu kembali menjadi kesultanan yang sangat Islami sejak datangnya Syekh Subuh dari Bima yang merupakan ayah dari Abdul Ghani. Syekh dalam tradisi Bima Dompu biasa dipanggil Sehe jika dia menjadi mufti atau khatib dalam Istana akan bergelar Ruma Sehe. Abdul Ghani mengimbau kepada masyarakat Dompu untuk meninggalkan perjudian, candu, memakai perhiasan serta menari seperti yang diajarkan oleh gurunya yaitu Sehe Haji Ali.
Syekh Abdul Ghani Al-Bimawy merupakan pembuka jaringan Ulama Indonesia Timur di Mekkah, pengenalan naik Haji masyarakat Pulau Sumbawa pada masa Abdul Ghani semakin meningkat. Tidak hanya Sultan Dompu Muhammad Salahuddin yang menjadi muridnya, juga Syekh Zainuddin Al-Sumbawi dari Sumbawa murid yang kerap menemaninya di Mekkah. Setelah menyebarkan Islam di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, sekitar tahun 1870-an Syekh Abdul Ghani kembali ke Mekkah hingga wafat disana, dan pelestarian Islam di Dompu dilanjutkan oleh anaknya Syekh Mansyur bin Syekh Abdul Ghani Al-Bimawy.
Oleh : Fahrurizki
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar