Masjid Sultan Salahuddin yang terletak di jalan Soekarno-Hatta sebelah utara alun-alun Bima dan Istana, dari rangkaian tata letak Masjid Sultan ini seperti halnya alun-alun Kerajaan besar lainnya di Nusantara yaitu letak alun-alun kemudian di komplek keraton/ Istana, Masjid dan rumah-rumah kerabat kerajaan (bangsawan), yang mempunyai unsur antara harmonisasi Agama (Masjid), Kerajaan(Istana), dan Rakyat (Alun-alun) yang saling berdekatan satu sama lain.
Masjid Sultan Salahuddin ini di bangun oleh Sultan Bima yang ke-VII Sultan Abdul Qadim (1742-
1773) pada tahun 1770 masehi, Masjid ini menjadi pusat pembelajaran agama Islam pada saat itu, biasanya yang mengajar ilmu agama di masjid ini yaitu para ulama dari kampung Melayu, kemudian Masjid ini dipugar lagi oleh Sultan Bima yang ke IX Sultan Abdul Hamid (1793-1819) yaitu atapnya dibuat berbentuk segitiga yang bergaya arsitektur melayu.
Bima pada abad 17 di kisahkan di Masjid Sultan atau yang disebut Sigi Sultan ini menjadi pusat pembelajaran Islam dan banyak kedatangan orang-orang dari Jawa, Maluku, Sulawesi dan Flores untuk belajar agama Islam hingga abad 20. Penyebutan Sigi untuk Masjid dalam bahasa Bima sama juga penyebutannya dengan daerah lain seperti di Tidore dan Ternate yang juga menyebutkan Sigi untuk Masjid.
"Sket para Pejiarah di makam Masjid Sultan di Bima sekitaran tahun 1852-1856 di gambar oleh AJ Bik."
Kemudian rentetan perjalanan waktu abad 20 dunia mengalami perang dunia ke dua (WWII) tepatnya pada tahun 1943 Masehi sebuah pesawat sekutu membom bardir Bima lewat angkatan udaranya yang bertujuan untuk melumpuhkan Dai Nippon (Jepang) sehingga Masjid Sultan pun hancur terkena bom hingga puluhan tahun tidak terawat, kemudian aktifitas keagamaan masyarakat Bima di alihkan ke Masjid Besar (sigi naE) Al-Muwahiddin.
Tahun 1990 Masjid Sultan di pugar kembali oleh Hj. Siti Maryam R Salahuddin puteri dari Sultan Muhammad Salahuddin (1915-1951) pada tahun 1990 sejak beliau menjabat sebagai anggota DPR RI perwakilan Bima. Pemugaran itu sesuai dengan bentuk yang asli dari tahun sebelum di bom, dan sangat beruntung gambar sketsa Masjid ditemukan di perpustakaan pribadi keluarga Sultan sehingga memudahkan merekonstruksi kembali bangunan asli dari Masjid dan di beri nama Masjid Sultan Muhammad Salahuddin.
Sekarang di masjid ini setiap harinya di isi oleh pengajian dan kegiatan TPA (Taman Pembelajaran Al-Qur`an) dan di sampingnya juga terdapat sekolah taman kanak-kanak luas lahan Masjid ini 60x60 meter. Di sebelah barat Masjid terdapat kompleks pemakaman Sultan beserta keluarga. Aktifitas di Masjid Sultan sejak dulu dan sekarang terus ramai oleh majelis ilmu. Setiap tahunnya hari-hari besar agama Islam seperti Maulid maupun hari raya lainnya biasanya di adakan seperti khitanan missal atau djikir bersama yang dihadiri oleh masyarakat Bima.
informatif sekali,,
BalasHapusjadi semakin tau tentang sejarah bima (h)
BalasHapus