Oleh orang Bima menyebutnya dengan panggilan Dou
Mlaju yaitu kaum Melayu yang datang di Bima paska islamisasi Bima pada tahun
1050 Hijriyah atau 1640 masehi. Islamisasi Bima oleh Kerajaan Gowa dilakukan
dengan ekpedisi militer. Ekspedisi pertama dimulai dari tahun 1618, berlanjut
1619, ketiga kalinya tahun 1626 berlanjut ke tahun 1630 hingga ekpedisi
terakhir tahun 1640 dimana Raja Salisi di lengserkan dengan kekuatan militer
armada laut dan menaikkan tahta kepada Ma Bata Wadu atau Sultan Abdul Kahir.
Dou malaju diacara Hanta Ua Pua, berdiri Penghulu dan Dambe Mone Lenggo Melayu, foto sekitar tahun 1930-an (Damte). |
Kepulangan Sultan Abdul Kahir dari Gowa tahun 1640
ke Bima, setelah kondisi politik dan militer Bima sudah ditaklukkan, dalam
kronik (Bo) kerajaan Bima translit dari sejahrawan Bima Lalu Massir, La Mbila
berlayar dengan dua puluh perahu bersenjata dan sepuluh perahu perbekalan,
berperang mengalahkan Raja Salisi hingga dikejar sampai pedalaman Dompu. La
Mbila adalah Manuru Suntu setelah memeluk Islam bernama Jalaluddin. Setelah
kondisi tanah Bima bersih dari para prajurit Salisi maka datanglah Abdul Kahir
bersama dua orang Dato melayu dari tanah Sumatera yang sebelumnya sudah
mengislamisasikan kerajaan Gowa tahun 1606, maka Islam menjadi landasan
kerajaan Bima dan seluruh orang Bima beserta Raja memeluk agama tersebut.
Dato ri Bandang dan Dato ri Tiro nama yang dikenal
dari kedua Dato tersebut, Dato ri Bandang bernama asli Abdul Makmur dengan gelar Khatib
Tunggal sedangkan Dato ri Tiro bernama asli Nurdin Aryani atau Abdul Jawad
dengan gelar Khatib Bungsu, keduanya berasal dari tanah Sumatra di Koto Tengah,
Minangkabau. Kedatangan para Dato ini melalui jalur pelabuhan Sape, setelah
dari sape menuju Sila untuk menyebarkan agama Islam (Haris 2006 : 21).
Pengislaman tanah Bima masif dilakukan olek kedua
Dato tersebut, Dato ri Bandang mengajarkan Syariah dan Dato ri Tiro dengan
Tasawufnya. Dengan metode tasawuf pengislaman Bima lebih mudah diterima karena
kepercayaan orang Bima sebelumnya yaitu Parafu ro Waro juga mempunyai kesamaan
dengan tasawuf yaitu mendekatkan diri
pada Zat yang Esa dan orang Bima sebut Waro. Setelah mengislamkan di beberapa
titik daerah Bima, dan Sultan Abdul Kahir naik tahta kemudian menghadiahkan
sebidang tanah kepada kedua Dato tersebut, dimana tercata dalam kronik kesultanan
Bima yaitu Bo.
Pada tahun 1645 kedua dato kembali menuju Sulawesi atas
panggilan Sultan Gowa. Untuk melanjutkan dakwah dan misi Islamisasi
ditinggalkan anak para Dato di Bima, yaitu Ince Naradireja dan Ince Jayaindra. Peran
orang Melayu dalam pengislaman Bima sangat kuat dan massif dilakukan. Islam
Bima sangat kental dengan ajaran-ajaran Tarekat dan Tasawuf yang berkembang di
luar istana, sedangkan dalam lingkaran istana berkembang syariah hingga system pemerintahan
Bima berlandaskan agama Islam disebut Majelis Sara Dana Mbojo.
Kebudayaan Bima juga sangat kuat dipengaruhi oleh
kebudayaan Melayu, akulturasi kebudayaan melayu yang notabene bercorak Islam,
diawali dengan kedatangan eksodus kaum melayu paska perang Gowa. Kedatangan kaum
melayu sekitar tahun 1670 disambut oleh Sultan Bima kedua yaitu Abdul khair Sirajuddin
dan memberikan Sori Kempa sebagai kampong melayu. Bidang keagamaan dan seni
berkembang di kampong tersebut dan menjadi pusat penyebaran Islam, oleh
Penghulu melayu Maharajalelo menciptakan Hanta Ua Pua untuk mengenal Maulid
Nabi Muhammad S.A.W, tidak hanya tradisi Maulu (Maulid) seni musik dan tari
juga dibawa oleh orang melayu, grup musik Ule Balang dan seni tari Lenggo yang
sudah berasimiliasi dengan budaya lokal. Tidak hanya musik dan tari, juga
aksara Bima lama diganti dengan aksara arab-melayu (Jawi), menurut seorang
peniliti Belanda Gerret Pieter Rouffaer bahwa pengaruh Melayu dan Arab sangat
kuat di Bima dengan adanya inkripsi-inskripsi arab dan melayu.
Akibat seringnya terjadi banjir di Sori kempa
akhirnya kampong melayu kembali menempati tanah yang diberikan sultan kepada
kedua Dato sebelumnya. Tempat tersebut dari nama Tolobali (sawah yang
dikembalikan) menjadi nama kampung melayu oleh orang Bima disebut Kampo Malaju
dan juga orang melayu disebut Dou Malaju. Para melayu diberi keistimewaan oleh
kesultanan yaitu bebas dari membayar pajak dan mereka bebas menjalankan hukum syariat
dimana kampungnya diketuai oleh seorang Penghulu.
Kampo Malaju menjadi pusat pembelajaran agama Islam
dengan adanya ‘Sakola Kita’yaitu madrasah sekolah kitab, lulusan-lulusan Kampo
Malaju diberi gelar Lebe (dari kata Lebai), dalam sistim pemerintahan
kesultanan Bima para Lebe dipergunakan untuk mengajarkan agama dengan upah Dana
Ngaha. Pada daerah tingkat Jeneli (kecamatan) di utus Lebe Nae dan membawahi
Cepe Lebe di tinggkat desa dan dusun, para Lebe di ketuai oleh Lebe Dalam. Dou Malaju
yang masuk bekerja di istana kesultanan biasanya menempati posisi Khatib dan
Mufti, para Khatib ini mempunyai tugas dalam urusan keagamaan dan membawahi
para Lebe. Ada empat gelar Kahtib dalam sistem majelis sara, yaitu Khatib Tua,
Khatib Karoto, Khatib Lawili dan Khatib Toi.
Salah satu Khatib melayu yang paling terkenal adalah
Khatib Lukman, seorang ahli tasawuf dan sastrawan. Salah satu sastra yang ditulisnya
paling terkenal yaitu Syair Kerajaan Bima, juga dalam syair tersebut
menceritakan dengan detailnya letusan Tambora tahun 1815 masehi. Khatib Lukman
hidup diera Sultan Abdul Hamid hingga Sultan Ismail.
Pada tahun 1886 seorang guru melayu bernama Ince
Abdul Wahab Daeng Masikki datang dari Makassar menjadi guru di Bima yang diutus
dari Gubernur Makassar. Ince Abdul Wahab membawa angin baru dalam modernitas
sekolah di Bima dengan berbagai pengetahuan lain yang juga penting dalam
kehidupan. Ketika pertama kali mengajar dengan murid 28 anak, Ince Abdul Wahab
mengalami kesulitan komunikasi karena kebanyakan murid-muridnya menggunakan
Bahasa Bima. Para murid dari berbagai kalangan yaitu anak Arab, Cina dan
Belanda. Kadang Ince Abdul Wahab juga disebut sebagai guru belanda, namun
karena kegigihannya ingin menebar ilmu, diberkunjung diberbagai kampong untuk
memberikan pemahaman pada masyarakat bagaimana pentingnya bersekolah.
Oleh : Fahrurizki
Mksi atas ilmunya
BalasHapusSangat bermanfaat
BalasHapusMasya Allah'
BalasHapusSaya bangga sebagai anak cucunya
Ompula'irika keturnan raja be?
BalasHapus