Sultan Bagian Dari Dompu Ditolak Karena Pelanggaran Serius.
Koepang, 21 Februari (Aneta). Sultan Dompu, yang tinggal di sini, diberitahu oleh penduduk bahwa ia telah dibebaskan dari jabatannya oleh pemerintah karena pelanggaran serius di daerah yang dikuasai Sultan. Batavia, 21 Februari (Aneta). Sultan Dompoe sudah menerima peringatan pertama dari Kepala Pemerintahan Daerah pada tahun 1917. Sejak itu, ia telah diberi nasihat rutin dan perubahan memperbaiki. Pada tahun 1928, Pemerintah Daerah kembali menyarankan pengunduran diri Sultan. Mereka, bagaimanapun, tergantung pada putranya untuk administrasi, tetapi mereka juga bersalah atas tindakan yang tidak dapat diterima. Terlepas dari peringatan, Sultan terus melanggar uang negara, membuat marah penduduk, dll, sehingga akhirnya pemerintah harus melanjutkan untuk membebaskannya dari martabatnya.
Koepang, 21 Februari (Aneta). Sultan Dompu, yang tinggal di sini, diberitahu oleh penduduk bahwa ia telah dibebaskan dari jabatannya oleh pemerintah karena pelanggaran serius di daerah yang dikuasai Sultan. Batavia, 21 Februari (Aneta). Sultan Dompoe sudah menerima peringatan pertama dari Kepala Pemerintahan Daerah pada tahun 1917. Sejak itu, ia telah diberi nasihat rutin dan perubahan memperbaiki. Pada tahun 1928, Pemerintah Daerah kembali menyarankan pengunduran diri Sultan. Mereka, bagaimanapun, tergantung pada putranya untuk administrasi, tetapi mereka juga bersalah atas tindakan yang tidak dapat diterima. Terlepas dari peringatan, Sultan terus melanggar uang negara, membuat marah penduduk, dll, sehingga akhirnya pemerintah harus melanjutkan untuk membebaskannya dari martabatnya.
Sultan Muhammad Sirajuddin (berkuda) bersama Jeneli Kempo depan istana tahun 1923 (foto : Velde) |
Berita diatas dikutip dari sebuah Koran di Batavia, De Sumatra Post terbit pada tanggal 21 Februari 1934, setelah dua hari pembuangan Sultan Muhammad Sirajuddin dari tampuk kekuasaannya sebagai Sultan Dompu yang ke 18. Pembuangan Sultan ditempatkan ke Kupang setelah di sidang di kantor Controlleur pemerintahan Hindia Belanda yang bertempat di Bima, namun ketika itu Sultan meminta untuk dirinya agar di sidang depan para penasehat kesultanan Dompu dan permintaannya itu di tolak.
Sultan Muhammad Sirajuddin merupakan anak dari Sultan Abdullah II, dikukuhkan tahun 1882 sebagai Sultan Dompu yang ke 18. Pada era beliau di lantik menjadi Sultan kondisi ekonomi kesultanan Dompu agak sulit di tambah lagi permasalahan wabah kolera. Memasuki abad ke 20, ekonomi kesultanan Dompu kian merosot, dimana juga Dompu harus membayar kompensasi 300 gulden pertahun kepada pemerintahan Hindia Belanda. Sedangkan pengelolaan hasil pajak kian mengalir dimana 150 gulden untuk sultan, 75 gulden untuk kas dan 75 gulden untuk kantor resident (Oost Indisch Archipel 1. 24).
Sultan Muhammad Sirajuddin merupakan anak dari Sultan Abdullah II, dikukuhkan tahun 1882 sebagai Sultan Dompu yang ke 18. Pada era beliau di lantik menjadi Sultan kondisi ekonomi kesultanan Dompu agak sulit di tambah lagi permasalahan wabah kolera. Memasuki abad ke 20, ekonomi kesultanan Dompu kian merosot, dimana juga Dompu harus membayar kompensasi 300 gulden pertahun kepada pemerintahan Hindia Belanda. Sedangkan pengelolaan hasil pajak kian mengalir dimana 150 gulden untuk sultan, 75 gulden untuk kas dan 75 gulden untuk kantor resident (Oost Indisch Archipel 1. 24).
Kesalahan sultan di mulai pada 31 Desember 1905 ketika sultan memperbaharui kontrak, dimana Dompu harus menekan pemasukan dari rakyatnya sendiri dan Sultan diberi keistimewaan menarik pajak dan memonopoli perdagangan pada rakyatnya yang disetujui oleh perwakilan Gubernur Makassar bernama Muller yang pada saat itu menjabat sebagai Civiel Gezaghebber. Adapun pajak yang ditarik yaitu dibayar 0,50 gulden perbarang, dan kayu kuning serta lilin yang menjadi hak monopoli sultan. Lilin dan kayu kuning harus dijual ke Sultan sebesar 50 gulden perpikul, serta pekerjaan tanpa bayaran yang dilakukan oleh penduduk (Ardhana : 2005 : 149).
Kontrak 1905 sangat menguntungkan Sultan namun berat untuk rakyat, dari tahun ke tahun pundi kekayaan pribadi sultan kian bertambah sehingga beliau terkenal akan gaya hidupnya yang mewah dan suka pada barang-barang mewah serta bahasa yang aneh, tulis Elbert ketika berkunjung di Dompu saat ekspedisinya tahun 1910 (bisa dilihat di Die Sunda Expedition). Mulai dari sinilah hubungan sultan dan rakyatnya sedikit regang, sultan dinilai memperkaya diri sendiri dari beberapa pemungutan pajak yang seharusnya untuk memperbaiki krisis ekonomi Dompu. Tahun 1917 hingga tahun 1928 sultan diperingatkan untuk tidak mengulangi hal tersebut dan fokus memperbaiki ekonomi kesultanan.
Memasuki rentang waktu yang panjang pada tahun 1933 kesalahan Sultan Muhammad Sirajuddin mencapai puncak. Pajak yang dipungut tidak memberikan keuntungan pada kas kesultanan Dompu. Pada tahun tersebut Dompu di inisiasi oleh Resident Timur untuk bergabung dengan Bima karena dinilai Dompu sudah tidak bisa lagi memanajemen kerajaan atau di landa kebangkrutan kas, di tambah jumlah penduduk hanya 30.000 jiwa sedangkan Bima memiliki 100.000 jiwa pada saat itu (1933). Pada bulan Februari tahun 1934 secara resmi Sultan Muhammad Sirajuddin di jatuhi hukuman pembuangan karena lalai dan membuat kesalahan pada negerinya sesuai dengan kontrak panjang 21 Oktober 1886, pasal 17 yang diperbaharui oleh Sultan Abdullah II dan di perbaharui lagi oleh Sultan Muhammad Sirajuddin.
Dari keputusan yang disebutkan di atas untuk membebaskan Sultan Dompu dari martabatnya, kami juga memperoleh hal-hal berikut: Bahwa sejak tahun 1917 perilaku Sultan Dompu, Muhamad Siradjoeddin, telah menimbulkan keluhan serius, yang menimbulkan keluhan serius. telah menyebabkan Sultan menerima teguran dari Kepala Pemerintahan Daerah saat itu, bahwa sejak saat itu peringatan dan celaan yang berulang-ulang harus diberikan, tetapi meskipun demikian Sultan selalu jatuh ke dalam kekurangan dan kelalaian lamanya setelah periode waktu yang lebih pendek atau lebih lama, konsekuensinya adalah bahwa administrasi di papan kargo Dompu meninggalkan semakin banyak yang diinginkan; bahwa kondisi ini diasumsikan sedemikian rupa sehingga pemerintah pada tahun 1924 dari daerah; Dewan mencapai proposal kepada Sultan Dompu, sesuai dengan pasal 5 ayat 1 dari kontrak politik yang ditutup dengannya oleh Pemerintah pada tanggal 31 Desember 1905, disetujui dengan keputusan 28 Agustus 1908. 14, untuk menghilangkan kebingungannya; bahwa Pemerintah, meskipun menyadari fakta bahwa itu kurang cocok untuk martabatnya, belum ingin memaksa Sultan untuk mengundurkan diri kecuali jika Sultan membuat dirinya sadar akan tindakan-tindakan yang tidak dapat ditolerir seperti itu, bahwa penegakannya tidak akan lagi mungkin dilakukan haruskah dia, bahwa pada tahun 1928 pengunduran diri Sultan sekali lagi diprakarsai oleh pemerintah daerah, dengan alasan bahwa Sultan, secara pribadi tidak lagi dapat menyelamatkan wilayahnya, harus bergantung sepenuhnya pada putranya, yang menjabat sebagai Jeneli Dompu, sebenarnya mengendalikan wilayahnya, tetapi yang tidak lagi dapat dipertahankan karena berbagai tindakan yang tidak dapat diterima, sehubungan dengan ketentuan lebih lanjut dalam administrasi Dompu yang dianggap perlu: juga ketika Pemerintah berhadapan dengan Sultan.
Telah mempertimbangkan dengan memutuskan bahwa pengunduran diri paksa dari Sultan hanya boleh dipertimbangkan jika pengendalian itu tidak setia dan jahat, atau tidak sepenuhnya bekerja sama dengan langkah-langkah kehancuran yang akan berlaku, karena dia sendiri gagal menjamin jalannya urusan yang wajar; bahwa pada saat yang sama Pemerintah memberitahu Sultan, sebagai tanggapan terhadap sebuah petisi yang diajukan olehnya, bahwa dia takut bahwa mungkin akan segera tiba waktunya ketika beban ya; dan akan bersikeras pada Sultan bahwa bahkan dengan bantuan kuat dari penasihat yang baik dia tidak akan lagi mampu mengatasi tuntutan administrasi yang baik.
Dia akan percaya bahwa Sultan akan memperhatikan bahwa usianya akan membuat kinerja yang tepat dari fungsi administrasi tidak menyenangkan, akan atas inisiatifnya sendiri menolak martabatnya; bahwa keluhan tentang perilaku Sultan tidak berakhir, karena telah menjadi jelas bahwa Sultan telah berulang kali menggunakan dana pemerintahan untuk keuntungannya sendiri, dan bahwa ia, hanya untuk pengetahuan atau otorisasi pemerintah Eropa, bahwa Sultan atas nama pemerintahan sendiri dan telah mengontrak untuk pasokan beras yang ditujukan untuk memberi makan orang-orang yang dihukum dengan harga satuan, yang membuat jatah makan per hari lebih mahal setengahnya, sehingga membahayakan keuangan pemerintahan, dengan secara serius mempertahankan Resident sehubungan dengan penyimpangan ini, terus berkomitmen pada uang pemerintahan, bahwa sebagai akibat penempatan seorang pegawai Eropa di Dompu, semakin banyak tindakan dan kondisi yang tidak dapat diterima telah muncul, seperti banyak kasus kekesalan penduduk di bidang perpajakan dan pelayanan, kesewenang-wenangan di bidang keadilan, dll.
Bahwa terlepas dari perintah dan desakan berulang dari Kepala Administrasi Daerah dan pejabat administrasi yang melayani di bawahnya, Sultan menolak untuk menerima bimbingan dan informasi yang ditawarkan kepadanya dan untuk bekerja sama dalam arah yang dianggap perlu oleh Administrasi, sehingga mencegah semua upaya, untuk mengakhiri kebijakan yang ada di Dompu dan untuk menciptakan kondisi yang agak diatur, gagal melakukannya, sehingga Sultan harus, dengan cara ini, Pasal 1 ayat 2, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 12, Pasal 16, ayat 2 dan Pasal 23 dari Pemerintah Belanda. -IndiƩ dan kontrak Pemerintahan Sendiri Dompoe yang ditandatangani pada tanggal 31 Desember 1905, disetujui dan diratifikasi dengan Keputusan 28 Agustus 1906 No. 14, sebagaimana ditambah dengan perjanjian tambahan, telah dilanggar; Memperhatikan Pasal 5 kebijakan tersebut di atas kontrak 31 Desember 1905. Setelah mendengar Dewan Hindia Beland. Telah disetujui dan dipahami, Muhamad Siradjoeddin ditunjuk untuk melepaskan martabatnya dari Sultan Dompu.
Berita diatas dirilis lagi oleh De Sumatra post pada tanggal 28 Februari 1934 dengan judul "De Sultan van Dompoe. Motiveering Van Het Afzettin Besluit". yang menerangkan kepada publik perkara hukuman dan asal kesalahan sultan dari berita sebelumnya (21 Februari). Pada tahun yang sama Sultan Muhammad Sirajuddin di bawa ke kupang untuk pembuangannya adalah konsekuensi dari kesalahan beliau dalam mengelola pajak. Usianya yang sudah ujur bersama anaknya Abdullah yang juga mempunyai perkara serupa sang Sultan itu akhirnya di pindahkan dengan sebuah kapal menuju kupang pada siang hari di pelabuhan Bima.
Oleh : Fahrurizki
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar