Terbuangnya Sultan Muhammad Sirajuddin ke Kupang tahun 1934 juga memicu arah baru peta politik kesultanan Dompu. Dimana nama Dompu tertulis dalam pusaran sejarah Indonesia di likuidasi (pembubaran) dan di gabung kedalam pemerintahan kesultanan Bima karena krisis ekonomi dan manajemen kas kesultanan yang tidak baik. Tahun 1934 penduduknya hanya mencapai 30.000 jiwa sehingga oleh Bima dijadikan daerah Kejenilian Dompu yang di pimpin oleh seorang Jeneli (kepala regional daerah).
Wajah politik Dompu paska pembuangan Manuru Kupa atau Sultan Muhammad Sirajuddin mengalami perubahan penurunan sumber daya padahal sudah melewati masa transisi politik yang signifikan di era Sultan Muhammad Salahuddin bersama Syekh Abdul Ghani Al-Bimawy yang dengan terang-terangan menolak Opium dan system Hindia Belanda. Pada era Manuru Kupa, politik Dompu terperosot dan sangat dipandang sebelah mata karena tongkat kepemimpinan yang salah.
Tepat pada tanggal 15 Januari 1934 besluit no. 11 surat keputusan pemberhentian sultan di keluarkan dan dilaksanakan pada pertengahan Februari. Pada 17 Februari sultan di angkut ke kupang bersama kedua anaknya dengan menggunakan kapal uap bernama Merel. Adapun tuntutan untuk Sultan yaitu telah menyelewangkan kontrak untuk memperkaya diri sendiri dengan menarik pajak yang besar pada rakyat salah satunya dengan menarik bayaran beras untuk orang-orang penjara (De Sumatra post, 28 Februari 1934).
tahun 1934 juga terjadi huru hara dalam ibukota kesultanan Dompu, untuk mengantisipasi hal tersebut didatangkan tiga brigader KNIL dari Ende berlabuh di Bima. Kondisi pemerintahan telah kosong untuk sementara Dompu di kontrol oleh seorang inspektur dari Sumbawa. Kegentingan semakin mereda setelah datangnya pasukan dari Ende, namun kondisi politik semakin panas setelah tersiarnya kabar Dompu yang akan di merger dengan kesultanan Bima. Ada pro dan kontra dari kalangan masyarakat Dompu saat itu antara yang dukung perggabungan dan yang tidak ingin mendukung.
Jikapun Dompu tidak ingin lagi adanya seorang kepala pemerintahan maka Dompu akan dibubarkan dan wilayahnya akan dibagikan. Upaya menyelamat wilayah Dompu muncul pada kerabatnya di Bima Sultan Muhammad Salahuddin yaitu menantu Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin. Kesultanan Dompu diberikan kepada Bima melalui Besluit 1934 disetujui oleh Gubernur Jendral Makassar yang saat itu adalah JLM Swaab. Akhirnya Kesultanan Dompu dihapus dan wilayahnya dijadikan dua kejenelian oleh Kesultanan Bima (Depdikbud : 1977 :142).
Akhirnya wilayah Dompu menjadi wilayah tak bertuan, selama 13 tahun Dompu dibawah kekuasaan Bima, tahun 1947 ketika Sultan Bima Muhammad Salahuddin menuju Sulawesi dalam rangka undangan konfrensi Malino, dia bertemu dengan keponakan dari istrinya yang juga cucu Sultan Dompu Muhammad Sirajuddin yaitu Muhammad Tajul Arifin yang baru saja menamatkan sekolahnya di Makassar. Sultan Bima menyarankan kepada Tajul Arifin untuk segera pulang ke Dompu, berhubung nantinya pulau Sumbawa akan bergabung dengan Negara Indonesia Timur (NIT).
Untuk menguatkan administrasi kejenelian Dompu serta menguatkan keberadaannya, Sultan Bima Muhammad Salahuddin memerintahkan Bumi Luma Rasanae Ahmad Daeng Ngiwu untuk segera membentuk Dewan Kerajaan Bima-Dompu yang dimana nantinya sekaligus persiapan sebagai wilayah Federasi Pulau Sumbawa dan Dompu akan di bentuk kembali sebagai kesultanan dan jabatan sementara untuk M Tajul Arifin sebagai Tureli Dompu. Pada 1 Februari 1947 dibentuklah Dewan Kerajaan Bima – Dompu yang dimana anggotanya berjumlah delapan orang, empat orang dari Bima dan empat orang dari Dompu (lihat dokumen Ahmad Daeng Ngiwu).
Kemudian pada tanggal 27 Februari 1947, atas ditunjukkannya Dewan Kerajaan oleh ketua Swapraja Bima Abdul Kahir (Putra Kahir), meresmikan berdirinya kembali Kesultanan Dompu atas besluit nomor 1.A/1947 yang disetujui oleh Residen Timur. Dompu kemnali menjadi kesultanan dan jabatan Sultan dikukuhkan M Tajul Arifin. Pada saat itu juga terbentuknya Federasi Pulau Sumbawa dimana tiga anggota (Sumbawa, Bima dan Dompu) menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Oleh : Fahrurizki
0 comments Blogger 0 Facebook
Posting Komentar