Uma Tau yang terletak di jalan Pattimura kampung Pane, kota Bima. dahulu adalah bangunan Baitul Mal kesultanan Bima yang menjadi saksi awal mula pergerakan Muhammadiyah. Dalam bahasa Bima, ‘Uma’ yang berarti rumah dan ‘Tau’ sendiri berarti mengisi, tempat pengumpulan zakat masyarakat Bima, juga dimana hasil pertanian dan laut diisi didalam rumah ini kemudian dibagikan kepada fakir miskin, yatim piatu serta bekal makan masyarakat pedalaman yang datang ke ibukota Rasanae. Juga apabila terjadi kebakaran pada masyarakat maka kebutuhan logistik para korban akan diambil di Uma Tau tersebut.
Ilustrasi oleh Mbojoklopedia |
Lalu sekitar tahun 1940-an Uma Tau diwakafkan oleh Kesultanan atas titah Sultan Muhammad Salahuddin yang turut peduli akan pendidikan rakyat jelata, Uma Tau diberikan kepada Jeneli Woha yang ketika itu di jabat oleh Idris Djafar untuk menjadi kantor dan tempat sekolah Muhammadiyah pertama kali berdiri di tanah Bima.
Uma Tau menjadi saksi bisu perjuangan para pemuda yang memajukan pendidikan, dimulai ketika Bima mengalami kekosongan ruang pendidikan formal bagi kelas masyarakat bawah, HIS yang dianggap sebagai sekolah kaum kelas atas dibawah kontrol kolonial tidak memungkinkan menerima kaum kelas bawah (Jelata), begitupun sekolah madrasah yang ada di Bima tak mampu menjangkau jelata lainnya.
Melihat kondisi inilah membuat beberapa orang bangsawan Bima seperti Idris Djafar khawatir atas nasib pendidikan generasi. Kebimbangan Idris Djafar terjawab pada tahun 1931 Muhammadiyah masuk ke Bima dibawa oleh seorang guru bernama Abdul Wahid dengan visi pendidikan, sosial dan keagamaan dikala daerah mengalami krisis hal-hal tersebut.
Pertemuan Abdul Wahid dan Idris Djafar sudah lama terjalin dan akrab, namun Idris Djafar belum menyatakan masuk Muhammadiyah ketika itu. Jauh sebelumnya Muhammadiyah sudah masuk di Kepulauan Sunda tahun 1918, dengan paham Islam Moderat pada saat itu lebih dikenal dengan istilah Kaum Muda (Depdikbud : 1991).
Akhirnya tahun 1937 Idris Djafar menyatakan diri sebagai anggota Muhammadiyah karena mempunyai visi yang sama untuk mencerahkan pendidikan masyarakat jelata, masuknya Idris Djafar juga diikuti oleh tokoh lainnya yaitu A.D Talu, Junaidi Amir Hamzah dan M. Hasan menjadi angkatan pertama pelopor Muhammadiyah cabang Bima (Depdikbud 1977 : 144). Setelah merangkul bangsawan dan tokoh Bima lainnya, Muhammadiyah mulai dikenal kalangan banyak, yang sebelumnya dianggap lembaga biasa-biasa saja.
Kembali lagi pada pembahasan Uma Tau, tetap berfungsi seperti sedia kala dan hasil pertanian yg masih di isi oleh masyarakat digunakan untuk upah atau bekal untuk mendukung para guru Muhammadiyah yang tersebar di pedalaman Bima.
Hubungan Sultan Muhammad Salahuddin dengan Muhammadiyah sangat dekat, itu dibuktikan pada posisi-posisi jabatan strategis istana di isi oleh orang-orang Muhammadiyah antara lain Idris Djafar, M Hasan, AD Talu dan Khatib Karoto Abubakar Husein.
Kini Uma Tau dijadikan panti asuhan yatim piatu Thoyibah, tetap berdiri kokoh pada tempat yang sama. menjadi saksi dukungan sang Sultan untuk perkembangan pendidikan masyarakat jelata dan penyebaran Islam.
Oleh : Fahrurizki
M.Idris Jafar dan A.D.Talu menjadi pejabat Istana Kesultanan Bima bukan karena Ke-Muhammadiyah-annya melainkan karena keturunan bangsawan Kesultanan Bima dari Sekte Bilmana ( kelompok Raja Bicara ). M.Hasan dari kelompok Melayu tidak pernah menduduki jabatan Istana. Menjadi kepala Daerah Federasi Pulau Sumbawa setelah wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin.H. Abubakar Husen dari Karara/Santi, bukan keluarga bangsawan. Mengenaikedudukan Khatib Karoto perlu dipertanyakan. Kapan menjadi Khatib Karoto ? Disarankan, jangan merujuk buku Sejarah Nusa Tenggara Barat karena banyak menyajikan ketidak-benaran sejarah di Pulau Sumbawa.
BalasHapusMengenai UMA TAU,asalnya berlokasi di KAMPUNG PARUGA, selatan Istana Kesultanan Bima ( sekarang Museum Daerah Bima ) agak ke timur dari KAMPUNG AFU ( terserap oleh nama KAMPUNG SIGI yang sebenarnya berlokasi selatan Masjid Kesultanan) . Pejabat Istana yang bertugas disebut RATO NDAKA TAU. Tahun 1950-an RATO NDAKA TAU terakhir adalah ABDULLAH DAENG DOLE, adik RATO RASANA-E AHMAD DAENG NIWU atau kakek H. Muhiddin Aziz dari pihak ibunya. Sekitar tahun 1960, UMA TAU dipindahkan ke KAMPUNG PANE karena sudah tidak berfungsi lagi. Sebelumnya dijadikan KANTOR PD. WAWO. Fungsi UMA TAU adalah sebagai tempat pengumpulan logistik Kesultanan.
BalasHapus